Minggu, 14 Januari 2018

13. Buku Ibadah Yang Berguguran





Ibadah dalam arti khusus seperti shalat, zakat, puasa dan haji, sedangkan secara umum ialah seluruh aktivitas seseorang hamba yang dilakukan tidak bertentangan dengan aturan Allah”. Ibnu Taimiyah mengatakan, ibadah ialah semua kebaikan yang disengangi Allah. Dalam pengabdian kepada Allah banyak manusia yang memperoleh hanya haus dan laparnya saja dikala puasa, capeknya saja dari rukuk dan sujud, ibadahnya sia-sia karena tidak disandarkan kepada tujuan yang ikhlas. Ulama Salaf berpendapat, kerapkali amal yang kecil menjadi besar karena niatnya, dan sering pula amal yang besar menjadi kecil karena salah niatnya.

            Konsep yang mulia telah dikemukakan Allah, berarti kehadiran manusia di bumi ini bukanlah secara kebetulan tanpa rencana yang canggih, hidup bukanlah sekedar untuk melahirkan, makan, minum, bernafas, tidur, kawin lalu beranak kemudian mati, lalu kemudiannya tidak ada lagi persoalan. Sebagai hamba punya kewajiban pengabdian kepada Khaliqnya sebagai penguasa, raja dan pencipta. Hak mutlak Allah ialah tempat pengabdian bagi seorang hamba, bukan berarti bila manusia tidak menyembah kepada-Nya lalu wibawa dan kekuasaan Allah luntur atau hilang. Dalam Al Qur’an mengatakan, ”Andai seluruh isi langit dan bumi serta apa yang ada disekitarnya tunduk dan patuh merendah kepada Allah, tidaklah akan meninggikan nama Allah”, demikian pula sebaliknya, ”Walaupun seluruh isi langit dan bumi kafir, ingkar dan durhaka kepada Allah, maka tidak akan menghilangkan ketinggian Allah”.
Kita semua pasti mengetahui apa saja yang dapat membatalkan wudhu, yang membatalkan shalat dan ibadah-ibadah lainnya, dari segi hukum fikih pelaksanaan. Akan tetapi barangkali sedikit di antara kita yang mengetahui apa saja yang dapat membatalkan amal ibadah seorang Muslim secara umum.
Membatalkan yang kita maksud adalah gugurnya atau terhapusnya pahala amal, sebagian atau keseluruhan, atau amal ibadah dan segala kebajikan itu sendiri tidak ada gunanya sama sekali, karena pemiliknya telah dihukumi keluar dari Islam oleh Allah.  Membatalkan, yang dalam bahasa Arab adalah أَبْطَلَ, sering diungkapkan dengan kata أَحْبَطَ yang bermakna, menggugurkan atau menghapus.
Ibnul Atsir di dalam An-Nihayah Fi Gharib al-Hadits mengatakan, "أَحْبَطَاللّهُعَمَلَهُ" (Allah menggugurkan amalnya), maknanya adalah, أَبْطَلَهُ (Allah membatalkannya). Ibnu Manzhur dalam Lisan al-Arab lebih jelas menerangkan hakikat makna ini dengan mengatakan, "Kata kerja حَبَطَ (gugur), bentuk ketiganya adalah حَبْطٌ dan bisa juga حُبُوْطٌ maknanya adalah, seseorang mengerjakan suatu amal lalu dia merusaknya sendiri." 


Ini mengisyaratkan bahwa ada hal-hal tertentu yang apabila dilakukan oleh seorang Muslim, maka amal ibadahnya bisa menjadi sia-sia dan gugur tak berguna, tidak diterima Allah dan tidak mendapatkan pahala. Dengan menyadari ini, setiap Muslim wajib untuk mengetahui apa saja yang dapat merusak amal ibadahnya; tidak untuk melakukannya, akan tetapi demi menjauhi dan senantiasa berhati-hati terhadapnya. Dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim terdapat Riwayat dari sahabat Hudzaifah bin al-Yaman Radhiyallahu ‘anhu, di mana beliau berkata,"Para sahabat bertanya kepada Rasulullah  tentang kebaikan, se-dangkan aku bertanya kepada beliau tentang keburukan; karena saya takut akan mendapatinya." (Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim). 

Artinya, sebagaimana seorang Muslim wajib mengetahui tauhid, dia juga wajib mengetahui syirik; tidak untuk melakukan syirik, tetapi demimembersihkan tauhidnya dari syirik tersebut dan demi senantiasa membentengi dirinya secara sangat kokoh. Demikian juga, sebagaimana setiap Muslim wajib melaksanakan kewajiban-kewajiban pokok yang telah Allah tetapkan atas setiap Muslim, dia juga wajib menghindari apa saja yang dapat menggugurkan amal-amal wajib tersebut.

Salah satu agar ibadah yang kita lakukan diterima Allah adalah dilaksanakan dengan ikhlas, hanya karena Allah semata dan mengharapkan ridha-Nya, walaupun akhirnya mendapatkan ridha dari manusia lainnya. Secara bahasa, ikhlas berasal dari kata Kho-la-sho, artinya membersihkan. Ikhlas berarti membersihkan motivasi dalam mendekatkan diri kepada Allah dari berbagai maksud dan niat yang lain, atau mengkhususkan Allah sebagai tujuan dalam berbuat taat kepada-Nya.

Dengan kata lain ikhlas adalah memusatkan pandangan [perhatian]  manusia agar senantiasa berkonsentrasi kepada Allah. Setiap mukmin senantiasa berkonsentrasi kepada Allah. Setiap mukmin senantiasa melakukan perjanjian ikhlas dengan Rabb-nya, sebagaimana sering kita baca beberapa ayat di dalam shalat, ”Sesungguhnhya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi dengan cendrung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang menserikatkan Allah” [Al An’am 6;79], ”Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanya untuk Allah semata”.

            Ibadah yang ikhlaslah yang diperhitungkan Allah walaupun sedikit serta tidak disaksikan orang lain;”Sekiranya kamu terangkan apa yang ada di hatikmu atau kamu sembunyikan, niscaya Allah akan memperhitungkan kamu juga”[Al Baqarah 2;284]. 

            Tidak ada artinya bila ibadah tersebut disandarkan kepada yang lain, disamping beribadah kepada Allah juga kepada makhluk, masih mencari tandingan-tandingan selain Allah, seperti yang dilakukan ummat islam di lapisan masyarakat, mendatangi kuburan dan dan dukun-dukun untuk memohon do’a dan berkah, percaya dengan batu-batu dan keris dengan segala keramatnya.

Puasa dilaksanakan dengan baik ketika mertua ada di rumah, tentang amalan yang dikerjakan dengan riya’, Allah berfirman;”Jika kamu mensekutukan Allah niscaya akan hapuslah amalanmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi”[Az Zumar 39;65].

Ibadah yang dilakukan dengan riya’ dan menserikatkan Allah, maka ibadah itu akan gugur seperti daun kering yang jatuh dari pohon, akhirnya membusuk dan hancur, tidak berbekas lagi, sehingga seluruh ibadah yang telah mengorbankan waktu, tenaga, fikiran dan perasaan hingga dana yang tidak sedikit tidak dapat dipetik pahalanya di akherat sebab sejak di dunia saja ibadah itu sudah hilang, gugur dan batal.





Buku ini berjudul IBADAH YANG BERGUGURAN, diterbitkan oleh PT. TIGA SERANGKAI PUSTAKA MANDIRI SOLO, 2018.

Sebagai peringatan kepada kaum muslimin untuk berhati-hati terhadap ibadah yang batal, gugur, rusak dan tidak diterima oleh Allah Swt, padahal seorang muslim dalam beribadah berharap agar ibadahnya dibalas dengan pahala yang berlipat ganda serta dengan ibadah pula rahmat Allah mengantarkannya ke dalam syurga, tapi ternyata tidaklah semudah yang diharapkan itu, ibadah kita terancam gugur ibarat gugurnya daun kering di tengah hutan, yang akhirnya lapuk dan membusuk, lama kelamaan hancur tanpa meninggalkan bekas. karena syirik kepada Allah, kufur, nifaq, bid’ah dan lainnya sebagaimana firman-Nya dalam surat Al Kahfi 18;103-105 ” Katakanlah: "Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?"Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.mereka itu orang-orang yang telah kufur terhadap ayat-ayat Tuhan mereka dan (kufur terhadap) perjumpaan dengan Dia, Maka hapuslah amalan- amalan mereka, dan Kami tidak Mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari kiamat.”
                 
            Final penulisan buku ini tanggal 3 April 2014.M  merupakan hari kelahiran penulis 50 tahun yang lalu [3 April 1964.M], usia setengah abad yang dikaruniakan Allah ini begitu banyak nikmat yang diberikan-Nya, diantaranya adalah nikmat hidup, rezeki, jabatan, kesehatan, isteri dan anak yang shalehah, lebih-lebih nikmat iman dan islam, semoga penulis termasuk orang-orang yang bersyukur atas nikmat tersebut, menjadi orang yang selalu bertaubat atas dosa, kesalahan dan maksiat yang dilakukan, apakah dosa kecil atau besar, apakah dosa itu disengaja  ataupun tidak, semoga karunia Allah dan ampunan-Nya tetap tercurah hingga akhir hayat.

Banyak sumber rujukan  ulama dan  pemikir yang penulis ambil pendapat mereka dalam buku ini sebagai bahan untuk merangkai kata dan kalimat sehingga bernash untuk dibaca, kepada nara sumber tersebut penulis berdoa semoga buah kata dan tutur kalimat yang dikutip mendapat pahala dari Allah Subhanahu wa ta’ala sebagai sarana untuk menaikkan timbangan amal, sebagaimana Rasulullah menyatakan bahwa penanya para ulama itu diukur dengan darah para syuhada.

Terima kasih kepada penerbit yang berkenan menerbitkan buku kecil ini untuk kepentingan da’wah. Ucapan terima kasih pula kami sampaikan kepada semua pihak yang membantu penulis dengan sokongan moral. Teriring salam untuk  ayahanda Denak dan ibunda Rosnidar, kakak-kakak Ernawati, Marsudi dan adik-adik yaitu Erma, Septiyani, Mahdalena dan Dedek Wahyuli,  kerabat di Metro Lampung dan di Pariaman Sumatera Barat serta isteri tercinta Yulismar S.Pd  yang setia menemani dan mensupport penulisan  karya ini, dan anakku terkasih Rani Ihsani Mukhlis.

Semoga dengan tulisan  sederhana ini yang kemudian dibukukan menjadi sebuah judul hingga sampai di tangan pembaca adalah sebuah upaya turut serta berda’wah diera Reformasi ini melalui tulisan yang kalau dibiarkan akan terserak entah kemana, kepada semua pihak yang telah turut serta menanamkan investasi kebaikan hingga terbit dan tersebarnya buku ini kami haturkan terima kasih, semoga ini menjadi amal baik bagi kita semua, amin.

Buku ini dapat anda peroleh di toko buku seluruh Indonesia dengan harga terjangkau.